Uncategorized

Hunian Mangkrak Menjadi Tolak Ukur Kalau Industri Properti Belum Sembuh?

Pada beberapa tahun terakhir ini, semakin banyak ditemui kasus proyek properti yang pembangunannya tidak kunjung diselesaikan. Salah satunya adalah Apartemen Meikarta yang sudah sejak tahun 2017 masih belum selesai hingga saat ini.

Jika dilihat, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia memang sudah berangsur membaik setelah sebelumnya sempat anjlok karena pandemi COVID-19 sejak tahun 2020 lalu. Tapi apakah cukup baik untuk membuat industri properti bangkit?

Steve Sudjianto yang merupakan pengamat dan ahli properti menyebutkan bahwa saat ini masyarakat masih dalam kondisi waspada, karena kondisi ekonomi global yang masih belum stabil.

“Kondisi ekonomi memang sedang menghadapi gelombang inflasi, daya menurun, dan faktor wait and see. Katanya lebih baik parkir uang di bank dan beli surat berharga dari pemerintah,” katanya .

Sebab itu, kini daya beli dari masyarakat pun kembali turun, apalagi untuk pasar non landed seperti apartemen dan rumah susun.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Bambang ekajaya yang merupakan Ketua Real Estate Indonesia. Ia menyebutkan bahwa minat beli dari masyarakat untuk hunian vertikal agak berkurang. Dalam kondisi ini yang membuat penjualan dari beberapa pengembang pun menurun, sehingga pembangunan fisiknya menjadi terhambat.

“Ya memang saat ini pasar properti yang non landed agak berkurang. Dan beberapa developer juga karena penjualan menurun, pembangunan fisiknya jadi terhambat,” katanya .

Meski demikian, ia menyebutkan bahwa pasar untuk hunian vertikal seperti apartemen sampai saat ini masih tetap ada selama lokasinya stretegis. Ini akan menjadi pertimbangan utama dari pembelian suatu apartemen.

“Orang memilih apartemen tentu yang utama karena lokasinya. Baru ke harga yang terjangkau,” ujarnya.

Di sisi lain, Panangian Simanungkalit yang merupakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) menyebutkan bahwa industri properti sudah mulai bangkit sejak tahun 2022. Hanya saja fenomena ini berbeda untuk apartemen.

“Kalau dari permintaan, istilahnya berarti tinggal di apartemen belum memasyarakat di Indonesia ternyata. Jadi ini kegagalan pemerintah kota sebetulnya, untuk memasyarakatkan orang bertempat tinggal di hunian jangkung,” katanya.

Salah satu kekurangannya adalah karena pemerintah saat ini masih kurang memberikan daya tarik untuk masyarakat mau membeli tempat tinggal di hunian vertikal, akibatnya masyarakat menjadi lebih suka membandingkannya dengan rumah tapak.

“Kalau ditanya, rumah tapak kan masih lebih nyaman. Itu yang terjadi sekarang. Jadi gagal pengembang mensosialisasikan bahwa apartemen itu lebih bagus, bersama-sama pemerintah daerah. Nah sekarang kita ada di persimpangan ini,” katanya.

“Kalau sampai mangkrak, itu kan artinya pembelinya tidak ada. Artinya back to basic, lakukan lagi riset. Apakah di daerah itu memang ada demand? Tapi kalau udah mangkrak, lalu demand-nya nggak ada atau kebanyakan investor, jangan harap. Karena kan properti itu lokasi,” terangnya.

Anda mungkin juga suka...